coba

BERANDA || RADIO MPU KANWA || TRANS TV || BERITA DAN ARTIKEL || PPNI || UU KEPERAWATAN 

Selasa, 29 Mei 2012

TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL DALAM KEPERAWATAN


Dalam setiap tatanan, perawat professional harus mempunyai 6 tanggung jawab yang harus dilaksanakan (Chitty, 1997). Keenam tanggung jawab tersebut meliputi praktek keperawatan, peningkatan kualitas, riset, pendidikan (kompetensi), manajemen dan change agent. Setiap tanggung jawab tersebut mempunyai bobot yang sama untuk dikerjakan, tergantung jabatan yang diemban, misalnya sebagai staf perawat mempunyai tanggung jawab utama dalam lingkup pemberian asuhan keperawatan dan peningkatan kualitas. Mereka juga mempunyai tanggung jawab lainnya, misalnya memberikan masukan kepada manajer, terlibat dalam penelitian, desiminasi dan aplikasi hasil penelitian. Berikut keenam tanggung jawab professional (professional accountabilities).
A. Praktek keperawatan.
Tanggung dalam praktek keperawatan professional adalah mendefinisikan standard asuhan ; standard praktek ; mendefinisikan standard penampilan (kerja/kejelasan posisi dan harapan) ; mengelola kolaborasi antar disiplin ilmu ; mendefinisikan criteria pengembangan karier ; menyeleksi dan mengelola kerangka konsep tentang system pemberian asuhan keperawatan
B. Peningkatan kualitas
Tanggung jawab perawat professional dalam meningkatkan kualitas adalah mengembangkan instrument dan metode untuk aplikasi yaitu standard ; mengembangkan dan merencanakan peningkatan secara kontinyu melalui kelompok atau individu untuk menyelesaikan masalah ; dan mengintegrasikan “unit based” kegiatan peningkatan kualitas
C. Penelitian.
Tanggung jawab perawat dalam penelitian adalah menyeleksi topic riset keperawatan terkini di lingkungan tempat kerja dan mendefinisikan kesempatan atau peluang riset keperawatan
D. Pendidikan (kompetensi).
Tanggung jawab perawat professional dalam pendidikan (kompetensi) yaitu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran ; mengevaluasi kebutuhan dan pengembangan kompetensi program pendidikan ; mengukur hasil program pendidikan keperawatan ; mengelola hubungan baik antara institusi pendidikan dan pelayanan ; memonitor efektifitas komunikasi perawat dan mengembangkan intervensi untuk pengembangan yang diperlukan dan memahami masing-masing individu mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensinya
E. Manajemen
Tanggung jawab professional adalah mengkoordinir, mengalokasikan dan mengelola sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, manajemen informasi system dalam memberikan asuhan keperawatan ; menciptakan situasi kerja yang kondusif.
F. Change agent.
Tanggung jawab utamanya adalah mempunyai inisiatif dan berani mengambil resiko yang diperlukan oleh “entrepreneurship”

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT



Definisi Peran Perawat
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan.
Care Giver :
Pada peran ini perawat diharapkan mampu
  1. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.
  2. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasrkan kebutuhan significan dari klien.
Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis.
Elemen Peran
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator, collaborator, coordinator change agent, consultant dan interpersonal proses.
Client Advocate (Pembela Klien)
Tugas perawat :
  1. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
  2. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140).
Hak-Hak Klien antara lain :
  1. Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya
  2. Hak atas informasi tentang penyakitnya
  3. Hak atas privacy
  4. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
  5. Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain :
  1. Hak atas informasi yang benar
  2. Hak untuk bekerja sesuai standart
  3. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien
  4. Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok
  5. Hak atas rahasia pribadi
  6. Hak atas balas jasa
Conselor
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
Peran perawat :
  1. Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
  2. Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
  3. Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
  4. Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan
Educator :
Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru membantu murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara guru dengan satu atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau keinginan untuk merubah perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998 : 8 ). Inti dari perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan secara teknis.

Minggu, 27 Mei 2012

Perawat (Bukan) Pembantu Dokter


PERAWAT adalah pembantu dokter. Kalimat ini memang tak pernah terucap pada pertemuan resmi atau rakor antartenaga kesehatan di manapun. Juga tidak pernah diakui oleh perawat sendiri. Dokter pun tidak pernah mengungkapkan secara verbal. 

Pernyataan ini hanya rekayasa penulis untuk menggambarkan betapa masih kurangnya penghargaan atas profesi perawat di mata sebagian masyarakat. Simak saja adegan di sinetron. 

Peran perawat digambarkan masih sebatas ‘’membantu’’ tugas dokter. Berdiri di samping dokter yang memeriksa pasien, sambil memegang kartu data pasien. Kemudian dokter memerintahkan sesuatu kepada perawat, lalu pergi keluar kamar periksa. 

Siapa sebenarnya perawat itu? Munas VII Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Manado, Juli 2005, mendefinisikan perawat sebagai seorang yang lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya disahkan oleh pemerintah. Sedangkan menurut PP Nomor 32 Tahun 1996, perawat dan bidan adalah tenaga keperawatan yang merupakan salah satu dari 7 tenaga kesehatan yang diakui di Indonesia.

Perawat yang diakui sebagai salah satu tenaga kesehatan, harus memenuhi syarat pendidikan formal untuk bekal merawat pasien. Keterampilan yang tampak dari luar merupakan aplikasi ilmu pengetahuan dan latihan yang diperoleh selama pendidikan. Dengan bekal ilmu dan keterampilan, perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan terhadap pasiennya tanpa intervensi pihak manapun. 

Kemandirian seorang perawat akan nampak dari seberapa besar ia mampu mengelola masalah pasiennya, membuat rasa nyaman, dan damai, serta memfasilitasi pasien mengenal masalahnya sendiri. Output itu mustahil bisa berhasil tanpa pengetahuan dan skillyang memadai, kesediaan melayani dengan hati, serta kemampuan komunikasi yang baik dengan pasien.

Tugas Managerial

Pendidikan formal perawat cukup beragam. Mulai sekolah perawat kesehatan (SPK) setingkat SMK, D3, bahkan sampai S3 (doktoral bidang keperawatan). Lingkup kerjanya pun tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di masyarakat atau tugas nonklinis seperti tugas managerial di kantor Dinkes. 

Selain sebagai profesional klinis, perawat memiliki keahlian sebagai pengajar, manager, dan peneliti. Di rumah sakit besar, perawat klinis memiliki keahlian spesialisasi seperti bedah, penyakit dalam, penyakit jiwa dan sebagainya.

Seragam perawat kini sudah tidak lagi putih-putih dengan cap di kepalanya yang merupakan trade mark profesi selama ini. Performancefisiknya pun makin menarik. Perawat bukan hanya wanita yang sering disapa suster melainkan juga pria.

Citra perawat masih jauh dari harapan insan perawat sendiri. Di mata sebagian masyarakat, perawat masih sering dinilai tidak memiliki ilmu dan tidak mandiri. Penilaian semacam ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena ketidaktahuan masyarakat akan tugas perawat. Tugas perawat yang langsung bersentuhan dengan pasien memengaruhi gambaran tugas secara keseluruhan. 

Kebutuhan pasien, terlebih dengan tingkat ketergantungan yang tinggi, sangat membutuhkan bantuan perawat. Peran perawat masih sering nampak dalam kegiatan pasien sehari-hari seperti makan, minum, mandi, buang air besar/kecil. 

Agaknya, tugas keseharian perawat semacam ini yang membentuk pandangan masyarakat menilai tugas seorang perawat tidak lebih dari pembantu rumah tangga. 

Masyarakat tidak mengetahui keahlian perawat yang sesungguhnya. Pada saat perawat melakukan tindakan terhadap pasien yang menuntut keahlian, misalnya melakukan tindakan life saving di IGD atau ICU, pihak pasien selalu diminta keluar kamar. 

Kedua, tingkat pendidikan perawat yang heterogen ditambah latar belakang seseorang memilih profesi sebagai perawat,  sangat menentukan output . Lulusan SPK pasti berbeda dari lulusan program diploma atau sarjana, baik dari sudut pandang ilmu maupun daya pikir serta sikap. 

Motivasi seseorang untuk memutuskan masuk ke sekolah perawat juga sangat berpengaruh pada kinerjanya kelak setelah lulus. Cukup banyak perawat yang ‘’terpaksa’’ masuk pendidikan keperawatan karena alasan ekonomi atau karena tidak lolos seleksi di fakultas atau jurusan favorit pilihannya.     
   
Ketiga, batas kewenangan perawat sebagai bagian dari tim kesehatan di lapangan, tidak jelas. Gesekan, terutama dengan profesi dokter, acapkali terjadi. Grey area tugas dan kewenangan dokter dan perawat, sangatlah lebar. 

Contohnya tugas mengobati pasien seperti menyuntik dan memasang infus sebenarnya menjadi area tugas dokter. Namun, di lapangan, hampir selalu dilakukan oleh perawat. Bahkan pada situasi darurat yang memerlukan kecepatan penanganan, seperti di IGD, ICU, daerah terpencil atau di lokasi bencana, perawat selalu menjadi andalan.

UU Keperawatan seharusnya bisa mengatur standar kompetensi, peran, dan fungsi perawat dalam tim kesehatan serta hubungan perawat dengan institusi atau pihak lain. Dengan UU ini perawat juga akan dilindungi dari tuntutan hukum. Perawat dalam kasus emergency harus melakukan tindakan yang bukan tanggung jawabnya. 

Jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan maka tudingan malpraktik bisa-bisa tertuju kepada perawat. Sayangnya, sampai ulang tahunnya yang ke-36 pada 17 Maret 2010 ini, PPNI sebagai satu-satunya organisasi perawat di Indonesia, belum memiliki UU yang mengatur profesi perawat.       

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat dan paling lama berinteraksi dengan pasien adalah tenaga yang paling berisiko tertular penyakit. Ironisnya, kompensasi atas risiko ini belum diterapkan oleh semua institusi kesehatan. (10). Suara Merdeka.

— YB Hendro Priyono AMK SKM, Kabag Litbang Rumah Sakit Emanuel, Purwareja, Klampok, Banjarnegara
(/

Sejarah Keperawatan Dunia Dan Indonesia.



Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia perkembangan keperawatan dipengaruhi dengan semakin maju peradaban manusia maka semakin berkembang keperawatan. Perkembangan dipengaruhi oleh :
Perawatan dan pengobatan zaman purba.
Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka sudah mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Pekerjaan “merawat” dikerjakan berdasarkan naluri (instink) à naluri binatang à “mother instinct” (naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi anak, merawat orang lemah. Perawatan dan pengobatan secara praktis telah dilakukan oleh orang-orang primitive, misalnya : Merawat dan mengobati luka-luka, Menurunkan panas dengan memberikan air minum yang banyak atau perawatannya dengan menggunakan air (kompres),  Membuka absoes dengan menggunakan batu-batu tajam, Menhentikan pendarahan dengan menggunakan batu-batu panas, Pemakaian tumbuh-tumbuhan sebagai pengobatan penyakit

A. Sejarah Keperawatan Dunia

Kegiatan pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat muslim pertama yaitu Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya kaya atau miskin. Ada pula yang mengenal sebagai Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asalmiya dimana dalam beberapa catatan publikasi menyebutkan Rufaidah Al-Asalmiya, yang memulai praktek keperawatan dimasa Nabi Muhammad SAW adalah perawat pertama muslim (Kasule, 2003; Mansour & Fikry, 1987). Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim (Jan, 1996). Talenta perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun temurun dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah 2) (Miller Rosser, 2006)
Selama ini pula perawat Indonesia khususnya lebih mengenal Florence Nightingale sebagai tokoh keperawatan, yang mungkin saja lebih dikarenakan konsep keperawatan modern yang mengadopsi litelature barat.
Florence Nightingale (12 Mei 1820-13 Agustus 1910) adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik. Ia dikenal dengan nama Bidadari Berlampu (bahasa inggris The Lady With The Lamp) atas jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang krimea, di semenanjung krimea, Rusia
Florence Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan kebersihan rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat. Ia memberikan penekanan kepada pemerhatian teliti terhadap keperluan pasien dan penyusunan laporan mendetil menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan ke arah yang lebih baik pada bidang keperawatan di hadapan pemerintahan Inggris.
Florence dilahirkan dalam keluarga berada dan tumbuh sebagai wanita yang menawan dan periang yang mempunyai masa depan yang cerah. Bagaimanapun penderitaan yang dilihatnya semasa peperangan di semenanjung Krim di Rusia tahun 1858, menyebabkan hati Florence Nightingale tersentuh melihat penderitaan tentara yang luka dan dibiarkan saja dalam rumah sakit yang kotor.. Florence Nightingale dikenal sebagai perawat dan teoris pertama yang memiliki body of knowledge keperawatan. Nigtingale menekankan fokus intervensi keperawatan adalah membuat lingkungan yang kondusif bagi manusia untuk hidup sehat. Sebagian besar dari pemikiran Nightingale masih relevan dengan pendidikan keperawatan di Indonesia pada masa sekarang maupun yang akan datang.
Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia perkembangan keperawatan dipengaruhi dengan semakin maju peradaban manusia maka semakin berkembang keperawatan
Perkembangan dipengaruhi oleh perawatan dan pengobatan zaman purba
Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka sudah mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Orang ahli tersebut kemudiajn disebut ahli obat-obatan = dukun dalam pengobatannya dukun antara lain memperhatikan aturan-aturan sebagai berikut :
Suatu kepercayaan yang menganjurkan bahwa alam sendiri memberikan petunjuk-petunjuk tentang obat yang akan dipakai misalnya Luka yang berdarah di beri balutan atau kain yang berwarna merah/daun merah. Apabila sakit kuning di beri obat minum dari akar-akaran atau kulit tumbuhan berwarna kuning.
Suatu ajaran yang mempercayai akan adanya kekeuatanm daya pemindahan. Misal : Pada waktu seorang wanita akan melahirkan, diberi air rendaman daun dan membuka lebar-lebar semua pintu.
Perawatan pada beberapa bangsa dan Negara.
  1. Mesir
Bangsa mesir pada zaman purba telah menyembah banyak dewa. Dewa yang terkenal antara lain Isis. Mereka beranggapan bahwa dewa ini menaruh minat terhadap orang sakit dan memberikan pertolongan pada waktu si sakit sedang tidur. Didirikanlah kuil yang merupakan rumah sakit pertama di mesir
Ketabiban. Ilmu ketabiban terutama ilmu bedah telah dikenal oleh bangsa mesir zaman purba (± 4800 SM). Dalam menjalankan tugasnya sebagai tabibia menggunakan bidai (spalk), alat-alat pembalut, ia mempunyai pengetahuan tentang anatomi, Hygienr umum serta tentang obat-obatan. Didalam buku-buku tertulis dalam kitab Papyrus didalamnya memuat kurang lebih 700 macam resep obat-obatan dari Mesir
a.       Babylon dan syiria
Ilmu pengetahuan tentang anatomi dan obat-obat ramuan telah diketahui oleh bangsa Babylon sejak beberapa abad SM. Pada salah satu tulisan yang menyatakan bahwa pada 680 SM orang telah mengetahui cara menahan darah yang keluar dari hidung dan merawat jerawant pada muka. Bangsa Babylon menyembah dewa oleh karena itu perawatan atau pengobatan berdasarkan kepercayaan tersebut. 
b.      Yahudi kuno
Ilmu pengetahuan bangsa Yahudi banyak di peroleh dari bangsa Mesir. Misalnya : cara-cara memberi pengobatan orang yang terkenal adalah Musa. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli hygiene. Dibawah pimpinannya bangsa Yahgudi memajukan minatnya yang besar terhadap kebersihan umum dan kebersihan diri.
Undang-undang kesehatan bangsa Yahudi menjadi dasar bagi hygiene modern dimana cara-cara dan peraturannya sesuai dengan bakteriologi zaman sekarang, misalnya :
1.      Pemeriksaan dan peminilah bahan makanan yang akan di makan
2.      Mengadakan cara pembuangan kotoran manusia
3.      Pelarangan makan daging babi karena dapat menimbulkan suatu penyakit
4.      Memberitahukan kepada yang berwajib bila ada penyakit yang berbahaya, sehingga dapat diambil tindakan
c.      India
Bangsa India (Hindu) di zaman purba telah memeluk agama Brahmana, disamping memuja dan meminta pertolongan kepada dewa (dikuil) untuk menyembuhkan orang sakit. Di India telah terdapat RS khususnya di Utara saat pemerintahan Rasa Asoka, ± 8 RS dimana sebagian kemudian dijadikan sekolah-sekolah pengobatan dan perawatan
c.       Tiongkok

Bangsa Tiongkok telah mengenal penyakit kelamin diantaranya gonorhoea dan syphilis. Pencacaran juga telah dilakukan sejak 1000 SM ilmu urut dan psikoterapi. Orang-orang yang terkenal dalam ketabiban :
 1.      Seng Lung Dikenal sebagai "Bapak Pengobatan, yang ahli penyakit dalam dan telah menggunakan obat-obat dari tumbuh-tumbuhan dan mineral (garam-garaman). Semboyannya yang terkenal adalah Lihat, Dengar, Tanya, Rasa.
2.      Chang Chung Ching ± 200 Sm telah mengerjakan lavement dengan menggunakan bamboo.
    B.  Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia
Perkembangan keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi social dan ekonomi yaitu penjajahan pemerintahan colonial Belanda, Inggris dan Jepang serta situasi pemerintahan Indonesia setelah Indonesia merdeka dibedakan atas :
1.      Masa sebelum kemerdekaan
Masa penjajahan belanda I. Pada masa ini perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut VELPLEGEK dengan sebutan zieken oppaser sebagai penjaga rumah sakit. usaha pemerintahan Belanda dibidang kesehatan adalah :
-          Mendirikan rumah sakit I Binnen Hospital di Jakarta pada tahun 1799
Mendirikan rumah sakit II Butten Hospital
-          Membentuk dinas kesehatan tentara (military gezond herds dients)
-          Membentu Dinas Kesehatan Rakyat (Burgerlijke gezandherds dienst)

Zaman penjajahan Inggris, Gubernur jendral Rafles sangat memperhatikan rakyat semboyan :Kesehatan adalah milik manusia. Usaha-usahanya dibidang kesehatan :
1.      Pencacaran secara umum
2.      Membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
3.      Memperhatikan kesehatan pada para tawanan

 
Zaman penjajahan Jepang menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami kemunduran yang juga merupakan zaman kegelapan dunia keperawatan di Indonesia. Kemunduran-kemunduran ini terlihat pada pekerjaan perawat dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terdidik, Pimpinan RS diambil alih oleh orang-orang jepang, Obat-obatan sangat kurang. Wabah penyakit terjadi dimana-mana.
1.      Zaman kemerdekaan
Usaha-usaha dibidang kesehatan tahun 1949 mulai dibangun rumah sakit dan balai kesehatn. Tahun 1952 mulai didirikan sekolah perawat yaitu sekolah guru perawat dan sekolah perawat setingkat SLTP tahun 1962 mulai didirikan pendidikan keperawatan professional.
Tahun 1962-sekarang keperawatan mulai berkembang dengan pesat
Tahun 1962 mulai banyak berdiri akademi keperawatan (AKPER) tahun 1985 program studi ilmu keperawatan (PSIK) diselenggarakan oleh fakultas kedokteran universitas Indonesia lulusan I tahun 1988. Dampaknya ialah meningkatkan pelayanan keperawatan, pendekatan proses keperawatan dan meningkatkan peran dan fungsi perawat.
Keperawatan penyakit jiwa di IndonesiaTahun 1800 pasien jiwa sudah dikumpulkan di bangsal-bangsal dan perawatannya bersifat penjagaan. RS jiwa didirikan pertama kali tahun 1875 di Cilandak Bogor dnegan kapasitas 400 orang. Rumah sakit jiwa kedua di Lawang tahun 1894 dengan kapasitas 3300 pasien. Rumah sakit jiwa ketiga RSJ Prof. Dr. Soeroyo di magelang tahun 1923 dengan kapasitas 1400 pasien.
Pendidikan keperawatan jiwa baru dibuka bulan September 1940 di bogor dengan kursus. Saat ini perawatan jiwa diselenggarakan secara modern. Dibangsal-  bangsal, pengobatan dengan shock terapi, menggunakan obat-obat tidur dnegan musik, olah raga dan rekreasi.
Konteks keperawatan sendiri banyak dipengaruhi oleh sejarah keperawatan dalam Islam, budaya dan kepercayaan di Arab keyakinan akan kesehatan dari sudut pandang Islam (Islamic health belief) dan nilai-nilai profesi yang diperoleh dari pendidikan keperawatan. Tidak seperti pandangan keperawatan di Negara barat, keyakinan akan spiritual Islam tercermin dalam budaya mereka.
Di Indonesia mungkin hal serupa juga terjadi tinggal bagaimana keperawatan dan islam berkembang sejalan dalam harmoni percepatan tuntutan asuhan keperawatan, kompleksitas penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan informatika kesehatan agar tetap mengenang dan menteladani sejarah perkembangan keperawatan dimulai oleh Rufaidah binti Sa'ad.